
Jakarta, – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Mochammad Afifuddin, akhirnya angkat bicara terkait laporan yang dilayangkan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai dugaan penyalahgunaan dan kejanggalan dalam penggunaan pesawat jet pribadi (private jet) oleh pimpinan KPU untuk perjalanan dinas selama tahapan Pemilu 2024. Afifuddin tidak menampik penggunaan fasilitas tersebut, namun menegaskan bahwa hal itu dilakukan demi percepatan proses penyelenggaraan pemilu.
Laporan ke KPK ini diajukan oleh gabungan organisasi masyarakat sipil yang terdiri dari Transparency International Indonesia (TI Indonesia), Themis Indonesia, dan Trend Asia. Koalisi tersebut menyoroti sejumlah temuan yang mereka anggap janggal dalam proses pengadaan dan penggunaan jet pribadi oleh KPU.
Dalam keterangannya pada Kamis (8/5/2025), Afifuddin, yang juga merupakan salah satu komisioner KPU yang sempat menggunakan fasilitas jet pribadi tersebut, memberikan penjelasan mengenai alasan di balik kebijakan itu. “Saya (pakai) ke Papua,” ujarnya, menyebut salah satu perjalanan dinas yang ia lakukan menggunakan jet pribadi. Alasan utamanya, kata Afifuddin, adalah untuk efisiensi waktu demi kelancaran dan percepatan tahapan pemilu yang krusial.
Alasan Percepatan dan Mekanisme Kesekretariatan
Afifuddin menjelaskan bahwa penggunaan jet pribadi dipertimbangkan sebagai solusi untuk mengatasi tantangan geografis Indonesia yang luas dan kebutuhan mobilitas tinggi pimpinan KPU dalam waktu yang singkat, terutama saat tahapan pemilu yang padat. “Untuk alasan percepatan proses pemilu,” tegasnya.
Mengenai proses pengambilan keputusan dan mekanisme pengadaan fasilitas jet pribadi tersebut, Afifuddin menyatakan bahwa hal itu merupakan urusan teknis yang ditangani oleh pihak Kesekretariatan Jenderal KPU RI. “Bukan urusan saya urusi begitu (proses penggunaan), ke kesekretariatan nanti,” jelas Afifuddin, mengarahkan pertanyaan lebih detail mengenai aspek pengadaan kepada bagian administrasi KPU.
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dalam laporannya ke KPK membeberkan beberapa dugaan kejanggalan. Salah satu yang paling disorot adalah adanya dugaan penggelembungan nilai kontrak (mark-up) dengan perusahaan penyedia layanan jet pribadi.
“Di proses pengadaannya kami melihat ada hal yang sangat janggal sebetulnya. Salah satunya adalah nilai kontrak itu melebihi dari pagu. Nah informasi rencana pengadaannya juga sangat sederhana banget, artinya tidak ada yang detail lagi,” 1 ungkap perwakilan koalisi.
Menurut data yang mereka kumpulkan, pagu anggaran yang tersedia untuk pengadaan fasilitas tersebut adalah sebesar Rp 46 miliar. Namun, nilai kontrak yang terjalin, yang terdiri dari dua kontrak pada bulan Januari dan Februari 2024, jika ditotal mencapai Rp 65 miliar. Selisih yang signifikan ini menjadi dasar kecurigaan adanya potensi penyimpangan. Selain itu, koalisi juga menilai KPU kurang transparan terkait anggaran pengadaan jet tersebut.
Peneliti dari Trend Asia, Zakki Amali, menambahkan bahwa penggunaan jet pribadi oleh pimpinan KPU tidak hanya untuk satu atau dua destinasi, melainkan untuk berbagai perjalanan dinas ke sejumlah daerah. “Contohnya ada yang ke Bali, ada yang ke Surabaya, ada yang ke Banjarmasin, ada yang ke Malang dan lain sebagainya,” kata Zakki.
Tanggapan KPK dan Pentingnya Akuntabilitas
Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengonfirmasi penerimaan laporan dari Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi tersebut. Namun, sesuai dengan prosedur standar operasional, KPK menyatakan bahwa detail mengenai laporan dan tindak lanjutnya hanya dapat disampaikan kepada pihak pelapor. KPK akan melakukan telaah dan verifikasi terhadap laporan yang masuk untuk menentukan apakah terdapat unsur dugaan tindak pidana korupsi yang dapat ditindaklanjuti dengan penyelidikan.
Kasus dugaan penyalahgunaan fasilitas dan anggaran oleh lembaga negara seperti KPU ini menjadi sorotan penting, mengingat KPU adalah institusi sentral dalam penyelenggaraan demokrasi yang harus menjunjung tinggi prinsip transparansi dan akuntabilitas. Penggunaan dana publik, termasuk untuk perjalanan dinas pimpinan, harus dapat dipertanggungjawabkan secara jelas dan sesuai dengan asas kepatutan serta efisiensi.
Meskipun Ketua KPU Mochammad Afifuddin telah memberikan penjelasan awal mengenai alasan penggunaan jet pribadi, detail mengenai proses pengadaan dan justifikasi atas dugaan pembengkakan nilai kontrak masih menunggu pendalaman lebih lanjut, baik dari internal KPU maupun dari hasil telaah KPK. Publik berharap agar kasus ini dapat diusut secara tuntas demi menjaga kepercayaan terhadap integritas penyelenggara pemilu dan penggunaan anggaran negara yang bertanggung jawab.